Kamis, 17 Mei 2012

TAX HOLIDAY


Tax holiday mempunyai arti pembebasan membayar pajak bagi pengusaha dalam masa tertentu. Pemerintah biasanya memberikan tax holiday sebagai stimulus fiskal untuk menarik investor dari luar negeri untuk berinvestasi. Investasi ini diharapkan dapat mendorong pengembangan industri di daerah. Dengan kata lain, negara akan mendapatkan manfaat dalam bentuk pengembangan infrastruktur. Pemberian tax holiday diharapkan mampu mendorong kegiatan pada sektor-sektor industri hulu. Sebab, kegiatan di sektor hulu akan sulit berjalan sempurna tanpa ada fasilitas tax holiday. Para investor juga dikhawatirkan hengkang dan memindahkan kegiatan investasinya ke negara-negara lain yang menawarkan sejumlah sweeteners yang menggiurkan. Pemberian tax holiday juga dimaksudkan untuk mendorong arus perubahan capital inflow yang sekarang ini membanjiri Indonesia ke arah foreign direct investment. Capital inflow yang ada sekarang ini lebih banyak diparkir pada instrumen yang menjanjikan return cukup besar, seperti penempatan pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara (SUN) maupun pasar saham. Di satu sisi, capital inflow ini berdampak positif pada pengendalian nilai tukar rupiah. Di sisi lain capital inflow perlu diwaspadai karena dapat saja sewaktu-waktu pindah ke negara lain. Dalam rangka memaksimumkan manfaat capital inflow ke Indonesia dan dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pemerintah perlu mengarahkan capital inflow menjadi foreign direct investment (investasi langsung asing). Sejumlah sweeteners tentu diperlukan, dan salah satu bentuk yang dapat ditawarkan adalah pemberian tax holiday.
         Sanyoto Sastrowardoyo (1992) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi investasi dapat dilihat dari dua faktor, yaitu faktor dalam negeri dan faktor luar negeri. Faktor dalam negeri dapat dibedakan menjadi faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Faktor ekonomi terdiri dari pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang direfleksikan produk domestik brutonya, tabungan nasional, pajak dan fasilitas perpajakan yang diberikan, tersedianya sumber daya alam yang melimpah dan tersedianya upah sumber daya manusia yang kompetitif (murah). Sedangkan faktor non ekonomi terdiri dari kondisi stabilitas politik dan kebijakan deregulasi dan debirokrasi yang mengairahkan iklim investasi. Sedangkan faktor luar negeri yg mempengaruhi perkembangan investasi antara lain apresiasi nilai tukar negara investor berasal, pencabutan Generalized System of Preferences (GSP) terhadap 4 negara industri baru (NIB) Asia (meliputi Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura), dan meningkatnya biaya produksi di luar negeri terutama di NIB.
         Tax holiday pernah diberlakukan di Indonesia, dengan diterbitkannya UU No 1 Tahun 1967 jo UU No 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Mungkin dengan alasan kurang efektif, melalui UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984, ketentuan tentang tax holiday dicabut. Sebagai ganti pemerintah menerapkan ketentuan umum perpajakan yang memberikan sejumlah kemudahan. Namun, dalam perjalanannya, melalui UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal muncul lagi pengaturan tentang pembebasan pajak. Dalam rangka menarik investasi asing ke Indonesia dan mengubah orientasi capital inflow menjadi foreign direct investment, wacana pemberian tax holiday memang layak dipertimbangkan. Dengan demikian, Indonesia mampu bersaing dg negara tetangga. Namun, terdapat beberapa hal yg harus dipertimbangkan. Pertama, dalam rangka menarik investasi dari luar, pemerintah telah membentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kebijakan ini telah diamanatkan dalam UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Ketentuan mengenai Kawasan Ekonomi Khusus diatur dengan UU (pasal 31 ayat (3). Kedua, kegagalan tax holiday sebagai pendorong masuknya foreign direct investment
pada 1967-1983 mungkin saja disebabkan aliran modal asing pada masa tersebut memang sangat kecil. Sementara itu banyak sekali negara yang memperebutkannya. Saat ini situasinya sangat berbeda karena capital inflow ke Indonesia cukup besar. Untuk mempertahankan capital inflow diperlukan cost (biaya) cukup besar. SUN dan SBI harus tetap menarik. Akibatnya, kredit tak pernah turun yang ujung-ujungnya sektor riil kesulitan mencari dana murah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar